Jumat, 19 Agustus 2011

russia dan dunia islam

Rusia dan Dunia Islam saat ini dinilai tengah menjalin hubungan yang strategis dalam mengimbangi hegemoni Amerika Serikat (AS) dalam tata hubungan internasional pasca-Perang Dingin. Aliansi yang dibangun Rusia dan Dunia Islam seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia, yang memiliki umat Muslim terbanyak di dunia, dalam mewujudkan kepentingan ekonomi dan politiknya serta menjaga konsistensi menjalankan politik luar negeri “bebas dan aktif.”
Demikian ungkap kalangan cendekiawan muslim, duta besar, dan pejabat senior Departemen Luar Negeri Indonesia dalam diskusi yang membahas “Aliansi Rusia-Dunia Islam dan Prospek Perdamaian Dunia” yang diselenggarakan Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations di Jakarta, Senin (4/9) kemarin.  Diskusi tersebut dilakukan dua hari menjelang kunjungan pertama Presiden Rusia Vladimir Putin ke Indonesia, 6 September mendatang.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Rachmat Witoelar, dalam analisis tertulisnya menilai bahwa Rusia dan Islam di masa datang akan menjadi “potensi besar bagi perkembangan Dunia Islam secara keseluruhan.”
“Dalam konteks visi masa depan antara Rusia dan Dunia Islam, posisi geopolitis mengharuskan Rusia menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia. Itu sudah terlihat ketika Rusia menjalin kemitraan dengan beberapa negara Asia. Perkembangan positif tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai momentum untuk membangun kedekatan Islam di kawasan Asia dan Rusia,” demikian analisis Witoelar yang menjadi dubes di Rusia periode 1993-1998 dan kini menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Dia menilai bahwa aliansi Rusia dan Dunia Islam tersebut didukung oleh pesatnya penyebaran agama Islam yang kini menempati posisi kedua sebagai agama mayoritas di Rusia dengan memiliki umat sekitar 10-15 persen dari total penduduk.
“Menarik untuk disimak adalah agama Islam menunjukkan perkembangan peran cukup signifikan di mana dalam kurun waktu lima tahun setelah bergulirnya glasnost dan perestroika telah tumbuh 2000 organisasi massa berbasis Islam di Rusia,” kata Witoelar yang, sayangnya, tidak bisa hadir dalam diskusi tersebut.
Sedangkan pengamat Rusia dari Universitas Indonesia, Fadli Zon, mengatakan kemitraan Rusia dan Dunia Islam dapat jadi alternatif penyeimbang hegemoni AS dalam kebijakan global. Menurut Fadli, semangat “mesianisme” Rusia untuk berperan global tampaknya akan makin berkembang dengan kebijakan Putin yang berhasil memulihkan perekonomian dengan menertibkan kembali tren liberalisasi politik dan ekonomi di Rusia – yang dikampanyekan AS, salah satunya melalui Washington Consensus, pascaruntuhnya Uni Soviet yang justru membawa Rusia bangkrut selama dekade 1990-an.
“Di bidang kebijakan luar negeri, Putin berani mengambil risiko untuk mendukung tokoh-tokoh nasionalis anti-AS di wilayah-wilayah eks Uni Soviet dan memainkan politik minyak,” kata Fadli.
Minyak dan Nuklir
Lebih lanjut Fadli menilai bahwa secara ekonomi dan politik, Rusia dan Dunia Islam akan mendapat manfaat bersama untuk memainkan peran di tingkat global. "Minyak dan nuklir adalah dua komoditas yang sangat strategis, yang dimiliki dan dibutuhkan kedua pihak. Jadi, bukan tidak mungkin, selain Uni Eropa dan China, kemitraan Rusia dan Dunia Islam dapat menjadi alternatif penyeimbang hegemoni Amerika Serikat," kata Fadli.
Kedekatan Rusia dengan Dunia Islam tampak jelas saat tahun 2003 Rusia mengambil prakarsa untuk menjadi anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) dan menghadiri konferensi OKI di Malaysia. Rusia juga memperbaiki kebijakan pendekatan lebih persuasif pada kalangan muslim di Provinsi Chechnya dengan mengundang OKI sebagai peninjau dalam pemilihan presiden Chechnya.
Selain itu, Rusia bahkan membuka bagi peran negara Islam untuk membangun kembali ekonomi Chechnya atas dasar solidaritas Islam. Fadli juga melihat langkah simpatik lain Rusia yaitu menerima kemenangan Hamas dalam pemilihan umum di Palestina pada 25 Januari 2006. Putin bahkan mengundang pemimpin Hamas ke Moskow sehingga memancing kemarahan Amerika Serikat dan Israel.
Peralatan Perang
Sementara itu, Indonesia diperkIraqan akan menuntaskan kesepakatan pembelian peralatan pertahanan senilai 1,2 milyar dolar dengan Rusia, saat Presiden Vladimir Putin singgah di Jakarta dalam perjalanan untuk menghadiri KTT APEC di Sydney, Australia.
Pembelian peralatan militer itu akan didanai oleh pinjaman dari pihak penjual yang harus dilunasi dalam 15 tahun.
Rencananya, yang akan dibeli Indonesia dari Rusia adalah 22 pesawat helikopter, 20 teng dan 2 kapal selam kelas Kilo. Dalam kesepakatan lainnya, Indonesia juga akan membeli 6 lagi pesawat tempur jenis Sukhoi senilai 415 juta dolar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar