Selasa, 16 Agustus 2011

spanyol


Sejarah Islam di Spanyol memiliki catatan yang panjang. Setelah disintegrasi kekhalifahan, kekuasaan Islam di Spanyol berangsur-angsur terkikis oleh Reconquista Spanyol. Reconquista (penaklukan) adalah proses di mana Kerajaan Katolik Spanyol utara akhirnya berhasil mengalahkan dan menaklukkan negara-negara Muslim di selatan Semenanjung Iberia.
Kota besar pertama jatuh ke tangan Katolik Toledo pada tahun 1085. Setelah pertempuran Las Navas de Tolosa tahun 1212, sebagian besar Al-Andalus jatuh di bawah kendali kerajaan Katolik, satu-satunya pengecualian adalah dinasti Nasrid Emirat Granada.
Titik balik hilangnya jejak Islam di Spanyol adalah Perjanjian Granada. Perjanjian yang ditandatangani oleh Emir Muhammad XII dari Granada itu membuka eskalasi besar toleransi beragama. Pada saat itu, Muslim memang masih dibolehkan untuk menggunakan sekolah, hukum dan kebiasaan mereka sendiri. Tetapi interpretasi dekrit kerajaan sebagian besar diserahkan kepada pihak berwenang Katolik setempat.
Namun mulai 1492, munculah Dekrit Alhambra. Semua kekayaan sejarah dan peraban Islam secara tertulis dalam bahasa Arab diberangus. Pada tahun 1499, para pemimpin Muslim Granada Siktus IV pada 1478.
Pada tahun 1567, Raja Philip II akhirnya benar-benar mendeklarasikan bahwa penggunaan bahasa Arab adalah ilegal, dan melarang agama, pakaian, dan adat Islam Islam. Langkah ini menyebabkan diperintahkan untuk menyerahkan hampir semua buku yang tersisa dalam bahasa Arab, dan kemudian dibakar pula. Awal 1502, di Valencia, kaum Muslim ditawari pilihan untuk dibaptis atau diasingkan.
Sebagian besar memutuskan untuk menjadi seorang ‘Katolik baru', yang disahkan oleh Paus Pemberontakan Kedua Alpujarras dan Pemberontakan Morisco. Dalam satu insiden, tentara yang dipimpin oleh Don John dari Austria menghancurkan kota Galera timur Granada, setelah membantai seluruh penduduk.
Setelah peristiwa itu, seluruh orang Moriscos Granada ditangkapi di seluruh Spanyol. 'Piagam-piagam Pengusiran' untuk pengusiran kaum Morisco akhirnya dikeluarkan oleh Philip III tahun 1609 terhadap kaum Muslim yang tersisa di Spanyol, yang pada saat itu terkonsentrasi di Kerajaan Aragon di utara, dan daerah sekitar Valencia di mana mereka terdiri 33 % dari populasi. Pengusiran resmi resmi selesai pada 1614, meskipun diyakini bahwa lebih dari 10.000 Moriscos tetap di Spanyol.
Muslim Spanyol Era 2000

Di North Hudson Islamic Educational Center, NY, nun terdapatlah sebuah kelas belajar Quran dalam bahasa Spanyol. Selain itu, ada juga Muslim Day yang diselenggarakan setiap tahun.
Sekitar 35 persen dari yang hadir adalah Hispanik, dan di beberapa sudut, ada orang-orang dari Puerto Rico, Dominika, Meksiko, Kuba dan lain-lain yang tengah membaca Syahadat.
Sementara mayoritas Hispanik di Amerika Serikat adalah Katolik, beberapa studi memperkirakan bahwa sebanyak 200.000 Hispanik telah memeluk Islam di negara ini. Diantaranya adalah Musa Franco, seorang Kolombia yang masuk Islam pada usia 13 tahun. Setiap hari ia ke masjid bersama istrinya, Candice Elam. Sedangkan Shari Abdul Malik adalah seorang Kosta Rika.
Kemudian ada Miriam Celeste Colo'n, yang masuk Islam pada tahun 2002. Sejak saat itu, ia menjadikan pakaian gamis dan jilbab sebagai kiblat “mode dan fashion”-nya. Ada juga Muslimah Rodriguez, yang memutuskan masuk Islam pada tahun 2009 langsung mengenakan jilbab.
Islam di Spanyol telah menjadi sesuatu yang mendasar dalam budaya dan sejarah bangsa. Islam hadir di tanah Spanyol modern dari tahun 711 sampai 1492 di bawah kekuasaan orang Arab dan Moor al-Andalus.
Pada tahun 2007, diperkirakan lebih dari 1 juta Muslim tinggal di Spanyol, kebanyakan dari mereka imigran baru dari Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Selatan, walaupun ada sejumlah besar orang yang masuk Islam yaitu 20.000 orang.

ISLAM DI SPANYOL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN

Ketika periode klasik Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan Eropa bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan mereka mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi kemajuan mereka terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan dalam bidang inilah yang mendukung keberhasilan politiknya. Dalam catatan sejarah Islam, kemajuan-kamajuan Eropa ini tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol Islamlah, Eropa banyak menimba ilmu, karena pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur.  Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinnggi Islam di Spanyol Islam. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa, karena itu kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan

Spanyol, Mutiara Islam yang Hilang


Add to Technorati Favorites
Spanyol pernah merasakan sentuhan ajaran Islam. Sekaligus Islam di Spanyol juga mengantarkan wilayah ini mencapai puncak kejayaannya dengan sejumlah penemuan ilmiah revolusioner. Sayang, semua itu kini tinggal kenangan. Sungguh tragis…
Ramadhan 92 H, atau bertepatan dengan tahun 711 M, Thariq bin Ziyad dan pasukannya merapat di pantai Spanyol. Dengan membawa misi untuk menyebarkan dakwah Islam. Sayang, Raja Roderick dan pasukannya menolak, dan bahkan mengobarkan peperangan. Peperangan itu sebenarnya bermula dari pertikaian antara sesama Kristen Spanyol. Raja Roderick yang berkuasa saat itu, memaksakan keyakinan Trinitas Kristen yang dianutnya kepada umat Nasrani Aria.
Berbeda dengan para pendukung Roderick yang meyakini Nabi Isa sebagai Yesus, yaitu Allah Bapak, Anak Tuhan, dan Ruh Kudus, kaum Nasrani Aria meyakini Nabi Isa semata sebagai utusan Allah. Pemaksaan keyakinan Trinitas oleh Raja Roderick ini menimbulkan penindasan di kalangan Nasrani Aria. Lantas, pimpinan mereka meminta bantuan kepada Pasukan Thariq bin Ziyad yang memang sudah merapat di Spanyol dalam misi dakwah dari khalifah. Maka, itu sebabnya dalam sebuah pidatonya sesaat sebelum melakukan pertempuran, Thariq bin Ziyad memerintahkan pembakaran kapal-kapal yang telah membawa seluruh awak pasukannya dari Afrika, kecuali beberapa pasukan kecil yang diminta pulang untuk meminta bantuan kepada Khalifah.
Pidato �kontroversial’ itu karuan aja membuat pasukannya keheranan. Namun beliau mengatakan, “Di belakang kita ada lautan luas, di hadapan kita pasukan musuh. Jadi, kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini serta mengembangkan Islam, atau kita semua binasa (syahid)�.
Peristiwa di tahun 711 Masehi itu mengawali masa-masa Islam di Spanyol. Pasukan Thariq sebenarnya bukan misi pertama dari kalangan Islam yang menginjakkan kaki di Spanyol. Sebelumnya, Gubernur Musa Ibnu Nushair telah mengirimkan pasukan yang dikomandani Tharif bin Malik. Tharif sukses. Kesuksesan itu mendorong Musa mengirim Thariq. Saat itu, seluruh wilayah Islam masih menyatu di bawah kepemimpinan Khalifah al-Walid dari Bani Umayah.
Thariq mencatat sukses. Ia mengalahkan pasukan Raja Roderick di Bakkah. Setelah itu ia maju untuk merebut kota-kota seperti Cordova, Granada dan Toledo yang saat itu menjadi ibukota kerajaan Gothik. Ketika merebut Toledo, Thariq diperkuat dengan 5.000 orang tentara tambahan yang dikirim Musa Ibnu Nushair.
Thariq sukses. Bukit-bukit di pantai tempat pendaratannya lalu dinamai Jabal Thariq, yang kemudian dikenal dengan sebutan Gibraltar. Musa bahkan ikut menyebarang untuk memimpin sendiri pasukannya. Ia merebut wilayah Seville dan mengalahkan Penguasa Gothic, Theodomir. Musa dan Thariq lalu bahu-membahu menguasai seluruh wilayah Spanyol selatan itu.
Pada 755 Masehi, Abdurrahman–keturunan Keluarga Umayah yang lolos dari kejaran penguasa Abbasiyah–tiba di Spanyol. Abdurrahman ad-Dakhil, demikian orang-orang menjulukinya. Ia membangun Masjid Cordova, dan menjadi penguasa tunggal di Andalusia dengan gelar Emir. Keturunannya melanjutkan kekuasaan itu sampai 912 Masehi. Kalangan Kristen sempat mengobarkan perlawanan “untuk mencari kematianâ€? (martyrdom). Namun penguasa Bani Umayah di Andalusia ini mampu mengatasi tantangan itu.
Sekadar kamu tahu, bahwa peperangan dalam Islam adalah untuk menghidupkan manusia bukan untuk memusnahkan. Itu sebabnya, ketika kaum muslimin menang perang dan menguasai wilayah tidak bertujuan menjajahnya. Berbeda dengan ideologi kapitalisme yang memang tujuan mereka berperang adalah untuk menguasai wilayah dan menjajahnya (baca: menguras seluruh potensi wilayah itu untuk kepentigan bangsanya).
Sejarawan Barat yang beraliran konservatif, W. Montgomery Watt dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol, mencoba meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang. Menurutnya, “Mereka (para orientalis) umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam dan pedang. Padahal, bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetep dilindungi oleh suatu pemerintahan Islam.�
Itulah yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah masuknya Islam ke Spanyol. Islam, tak hanya masuk dengan damai, namun dengan cepat menyebar dan membangun peradaban tinggi hingga Spanyol mencapai puncak kejayaannya. Kota-kota terkemuka Spanyol seperti Andalusia dan Cordova, menjadi center of excellent peradaban dunia.
Berkembangnya iptek
Montgomery menganalisa tentang rahasia kemajuan peradaban Islam, ia mengatakan bahwa Islam nggak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.
Nggak mengherankan tentunya jika para ulama terkemuka seperti Ibnu Rusyd (1126-1198) misalnya, yang terkenal di Barat dengan nama Averous, diakui pula sebagai ilmuwa yang handal di bidangnya. Ibnu Rusyd adalah filosof, dokter, dan ahli fikih Andalusia. Bukunya yang terpenting dalam bidang kedokteran ialah al-Kulliyat yang berisi kajian ilmiah pertama kali mengenai tugas jaringan-jaringan dalam kelopak mata.
Selain Ibnu Rusyd, Spanyol punya az-Zahrawi yang dikenal sebagai orang pertama yang memperkenalkan teknik pembedahan manusia. Az-Zahrawi yang lahir dekat Cordova pada 936 Masehi, dikenal pula sebagai penyusun ensiklopedi pembedahan yang karya ilmiahnya itu dijadikan referensi dasar bedah kedokteran selama ratusan tahun. Sejumlah universitas, termasuk di Barat, menjadikannya acuan.
Kontribusi ilmuwan Islam di bidang astronomi nggak kalah seru. Adalah az-Zarkalli, astronom muslim kelahiran Cordova yang pertama kali memperkenalkan astrolobe. Yaitu suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur jarak sebuah bintang dari horison bumi. Penemuan ini menjadi revolusioner karena sangat membantu navigasi laut. Dengan begitu, transportasi pelayaran berkembang pesat selepas penemuan astrolobe.
Sementara pakar geografi, al-Idrisi yang lahir di Ceuta pada 1099 Masehi, setelah menuntut ilmu di Cordova juga menemukan dan memperkenalkan teknik pemetaan dengan metode proyeksi. Suatu metode yang sama yang dikembang oleh Mercator, empat abad kemudian. Fantastis, memang!
Jadi jelas, ilmu pengetahuan, bukanlah bagian yang terpisahkan dari syariat Islam dan etika moral. Menurut Montgomery, nggak ada yang dapat melukiskan relasi antara ilmu pengetahuan, etika, dan agama daripada kata-kata filosofis Ibnu Rusyd. Filsafat, tak berarti apa-apa jika tak bisa menghubungkan ilmu pengetahuan, agama dan etika dalam suatu relasi harmonis.
Ibnu Rusyd pernah mengatakan, bahwa ilmu pengetahuan dibangun di atas fakta-fakta dan logika hingga sampe kepada suatu penjelasan rasional. Etika, merefleksikan manfaat setiap riset ilmiah, sehingga harus bisa memberi nilai tambah bagi kehidupan. Sedangkan firman Allah, yakni al-Quran, menjadi satu-satunya pembimbing kita untuk sampai pada tujuan hakiki dari hidup ini.
Itu sebabnya barangkali, W.E. Hocking berkomentar, “Oleh karena itu, saya merasa benar dalam penegasan saya, bahwa al-Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk pertum?¬buhannya sendiri. Sesunguhnya dapat dikata?¬kan, bahwa hingga pertengahan abad ke tiga?¬belas, Islamlah pembawa segala apa yang tum?¬buh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat.â€? (The Spirit of World Politics, 1932, hlm. 461)
Menurut Montgomery, cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi �dinamo’nya, Barat bukanlah apa-apa. Wajar jika Barat berhutang budi pada Islam.
Sayangnya, masa pencerahan bagi seluruh dunia ini kemudian dikotori oleh para pemimpin Eropa yang bersepakat �meninggalkan’ agama dalam segala aspek kehidupan dan mengembangkan dengan apa yang kemudian dikenal sebagai sekularisme. Akibatnya, keagungan peradaban Islam yang dibangun di Spanyol, berakhir dengan tragis. Yaitu saat penguasa kafir Eropa menghancurkan semua karya pemikiran para ilmuwan muslim. Tak hanya karya-karyanya yang dimusnahkan, para ilmuwannya pun disingkirkan.
Ibnu Massarah diasingkan, Ibnu Hazm diusir dari tempat tinggalnya di Majorca. Kitab-kitab karya Imam al-Ghazaly dibakar, ribuan buku dan naskah koleksi perpustakaan umum al-Ahkam II dihanyutkan ke sungai, Ibnu Tufayl dan Ibnu Rusyd disingkirkan. Nasib yang sama, dialami juga oleh Ibnu Arabi.
Kebijakan �bumi hangus’ itu menyebabkan sulit merekontruksi perjalanan sejarah Islam di Eropa. Namun demikian, keberadaan Granada, Cordova, Sevilla, dan Andalusia sebagai bukti keagungan peradaban Islam di Spanyol tak bisa dipungkiri. Meski akhirnya sirna juga dihancurkan Pasukan Salib Eropa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar